Untuk Menyelamatkanmu Dari Orang yang Salah, Allah Mematahkan Hatimu
Olret – Ketakutan terbesarku adalah patah hati. Jiwa yang tampak tegar dan kuat ternyata cukup renta jika dilihat dari dalam. Dirimu tak cukup hadir untuk bisa memulihkan setiap luka yang ada.
Masih aku ingat bagaimana dinginnya tatapanmu di penghabisan senja. Menanyakan bagaimana keputusan untuk menyudahi saja cerita kita. "Aku pergi ya?" katamu, hanya dibalas anggukan olehku.
Terbesit kekecewaan luar biasa lewat matamu yang bicara. Sepucuk air mata memaksakan diri untuk meninggalkan muara tempatnya berada.
Kau berharap agar diriku membalas tidak, namun hatiku terpaksa menjawab "Iya". Entah ini keputusan tergila yang pernah kubuat ketika pikiran berkecamuk dalam kepala.
Akhirnya, dirimu pergi tanpa menitipkan pesan apa-apa. Senja kemudian berganti malam, pertanda ku harus menutup lembaran kelam pada masa-masa yang silam. Diriku berharap masih ada pagi yang menanti, menyinarkan kembali ruang kosong yang telah lama tak terisi. Semua itu karena.... Dia.
Meski Pada Akhirnya Kenangan Kita Hanya Menjadi Sebuah Kisah yang Tak Berakhir Dengan Bahagia.
Tak apa, sedikit luka rasanya tak membuatku terlalu patah. Diriku cukup mengerti bagaimana memperbaiki sobekan kecil di dalam hati, bagaimana belajar menumbuhkan kesabaran lewat sepotong tragedi penculikan hati, apalagi sekadar meredam rasa, ketika kau lah pelaku utama yang meneteskan sebuah cuka di atas luka.
Dirimu hanya perlu tau, tak semua yang telah kau tinggalkan mampu berubah menjadi kenangan. Aku bukan tipikal orang yang mempercayai paradigma demikian. Diriku sudah memutuskan, yang pergi biarlah pergi, tak baik untuk tinggal terlalu lama dalam bayang-bayang sebuah kenangan.
Lalu Pada Akhirnya Kita Mulai Merasa Berbeda, Kisah Kita Cukup Jadi Kenangan Saja.
Kapan terakhir kali kita bersua, menyapa dan bercerita. Adakah waktu agar aku dapat menggelarkan kata dalam sebuah rasa. Bahkan kau tak bisa menjawab ketika ku tanya dalam sunyi.
Hingga suatu hari ku putuskan untuk tak lagi menyebut kalimat indah itu seperti biasanya yaitu nama mu yang ku pinta pada-Nya Bukan karena aku menyerah dan kalah atau pun tak memiliki arah.
Namun, lebih tepatnya aku akan kembali berjalan pada jalan ku, yang jelas berbeda arah dengan mu. Aku dengan keyakinan ku dan kau dengan keyakinan mu.