Memahami Makna Khitbah (Lamaran), Khitbah Adalah Pertunangan?

Makna Khitbah
Sumber :
  • Instagram

Olret – Istilah yang sering kita dengar bagi seseorang yang hendak melamar adalah kata khitbah. Tak sedikit yang menganggapnya serupa seperti pertunangan padahal pada keduanya terdapat sebuah perbedaan yang signifikan. Sebelum melihat kepada perbedaan secara istilah tersebut, akan lebih tepat jika kita membahas definisi dari khitbah itu sendiri.

1. Definisi Khitbah

4 Amalan Sunnah Hari Jum'at Untuk Perempuan Yang Disarankan

Khitbah berasal dari kata khataba yang memiliki tiga makna yakni: jelas, singkat dan padat. Maksud dari makna jelas, ketika seorang mengkhitbah maka harus jelas maksud dan tujuannya bahwa ia akan menikahi seorang perempuan, sedangkan arti dari singkat dan padat, jika telah melangsungkan peminangan maka alangkah baiknya menyegerakan waktu akad, agar supaya tidak ada kekhawatiran akan terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.

Maka definisi khitbah adalah permintaan atau permohonan seseorang kepada wanita untuk menikahinya. Tidak ada peredaan antara definisi secara bahasa ataupun istilah.

2. Khitbah Adalah Pertunangan?

6 Srikandi Perempuan Calon Menteri di Era Kepemimpinan Prabowo-Gibran

Makna Khitbah

Photo :
  • Instagram

Ada beragam terjemahan pada konotasi khitbah dalam bahasa Indonesia, antara lain bermakna melamar atau meminang. Namun secara konteks, khitbah tidak selalu sama dengan pertunangan.

Aku Hanya Bisa Memperjuangkan Takdir, Tapi Tak Pernah Bisa Memastikan Kisah Akhir

Perbedaannya terletak pada langkahnya. Khitbah adalah pengajuan lamaran atau pinangan kepada pihak wanita. Namun pengajuan ini sifatnya belum lantas berlaku, karena belum tentu diterima.

Pihak wanita bisa saja meminta waktu untuk berpikir dan menimbang-nimbang atas permintaan itu untuk beberapa waktu. Apabila khitbah itu diterima, maka barulah wanita itu menjadi wanita yang berstatus makhthubah yaitu wanita yang sudah di lamar, sudah dipinang, atau bisa disebut dengan wanita yang sudah dipertunangkan.

Namun apabila khitbah itu tidak diterima, misalnya ditolak dengan halus, atau tidak dijawab sampai waktunya, sehingga statusnya menggantung, maka wanita itu tidak dikatakan sebagai wanita yang sudah dikhitbah. Dan pertunangan belum terjadi.

Pinangan dalam pandangan syariat Islam tidaklah sama dengan suatu transaksi antara laki-laki yang meminang dengan wanita yang dipinang atau dengan walinya, melainkan tidak lebih dari pada permohonan untuk bisa menikah.

Dengan diterimanya suatu pinangan baik oleh wanita yang bersangkutan maupun oleh seorang walinya, tidaklah berarti telah terjadi akad nikah di antara kedua belah pihak. Akan tetapi itu hanya berarti bahwa laki-laki tersebut adalah calon untuk menjadi seorang suami bagi wanita tersebut pada masa yang akan datang.

3. Hadist Masyru’iyah Khitbah

Ada banyak hadist dengan status yang dishahihkan oleh mayoritas para ulama yang mengarah kepada kebolehan khitbah atau lamaran. Namun, yang paling masyhur adalah redaksi hadist yang merekomendasikan laki-laki untuk melihat kepada wanita yang akan dilamarnya.

Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; Rasulullah saw. bersabda: "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, jika ia mampu untuk melihat sesuatu yang memotivasinya untuk menikahinya hendaknya ia melakukannya." Jabir berkata; kemudian aku meminang seorang gadis dan aku bersembunyi untuk melihatnya hingga aku melihat darinya apa yang mendorongku untuk menikahinya, lalu aku pun menikahinya. (HR. Abu Daud).

4. Hukum Khitbah

Secara garis besar, khitbah diperbolehkan oleh agama karena dengannya telah terjadi muqaddimah dari seorang lelaki untuk menempuh jalur yang lebih serius yakni pernikahan pada waktu yang akan disepakati nantinya.

Meskipun demikian, sebuah pernikahan tidak disyaratkan harus selalu melewati khitbah. Maka bila sebuah akad nikah terjadi tanpa didahului dengan khitbah, hukumnya tentu tetap sah menurut jumhur ulama.

Sedikit berbeda dengan mazhab Asy-Syafi’iyah yang memandang bahwa hukum khitbah adalah sunnah atau mustahab, dengan alasan bahwa sebelum menikahi secara sah Aisyah dan Hafshah radhiyallahuanhuma, Rasulullah SAW mengkhitbah mereka terlebih dahulu.

Namun bila kita lihat dari sudut pandang wanita yang dikhitbah, maka ada khitbah yang hukumnya halal dan ada yang hukumnya haram

a. Halal

Khitbah yang halal adalah khitbah yang dilakukan kepada wanita yang melajang dan masih perawan. Atau sekalipun sudah janda maka boleh saja asalkan khitbahnya dilakukan setelah habis masa iddahnya. Hal ini tertuang dalam al Quran :

"dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu,] dengan sindiran, atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun,". (Al Baqarah ; 235)

b. Haram

Ternyata ada kondisi yang kemudian menjadikan khitbah ini hukumnya berubah menjadi haram. Di antaranya adalah khitbah kepada wanita yang masih mahramnya sendiri, khitbah kepada wanita yang masih bersuami, khitbah wanita yang sudah tidak bersuami namun masih dalam masa iddah, khitbah wanita yang sedang dikhitbah orang lain, dan khitbah yang dilakukan pada saat menjalankan ihram.

Hadist tentang larangan beberapa hal di atas akan disebutkan dalam bab lain setelah pembahasan ini.

Artikel ini dilansir dari buku yang ditulis oleh Firman Arifandi,, LL.B., LL.M dengan judul Serial Hadist Nikah 2 : Melamar dan Melihat Calon Pasangan. Semoga ilmunya bermanfaat dan buku beliau juga semakin laris. Bagi kamu yang ingin membeli bukunya, bisa langsung menghubungi nomor WhatsApp 0852 8264 3935