Menjelajahi Sumba (Part 2), Dari Air Terjun Lapopu Sampai Bukit Ikonik Sumba
Olret – Setelah puas dengan hari pertama Menjelajahi Sumba (Part 1), Setetes Syurga yang Membuatku Jatuh Cinta .
Perjalanan ke air terjun Lapopu sangat menantang, beberapa jalan sempit, becek dan meliuk liuk naik turun memotong bukit, sepertinya air terjun ini masuk dalam kawasan kehutanan, karena mendekati air terjun jalan masuk daerah hutan dan tidak dijumpai adanya rumah warga.
Dari tempat parkir masih butuh perjalanan sekitar 20 menit dengan jalan datar menyusuri tepi sungai. Kita diwajibkan memakai guide untuk menuju ke lokasi air terjun sebagai penunjuk arah.
Air terjun Lapopu sungguh indah, dari satu aliran besar terpecah menjadi beberapa aliran yang seperti aliran sungai. Ada beberapa wisatawan mancanegara yang mandi tepat di bawah jatuhnya air terjun, saya dan si kecil tidak jadi ke bawah air terjun karena harus menyeberang sungai yang lumayan dalam, akhirnya kami mandi di tepi sungai yang cukup dingin.
Lepas tengah hari kami kembali ke tempat parkir, kelapa muda yang dijual mengobati haus yang ada. Fasilitas di sini cukup lengkap karena ada toilet maupun tempat ganti pakaian sebelum melanjutkan perjalanan ke lokasi selanjutnya.
Puas Dengan Air Terjun Lapopu, Kini Bukit Wairinding yang Si Icon Sumba Sang Primadona yang Harus Kami Telusuri.
Lokasi spot selanjutnya adalah menuju ke Sumba Timur, perjalanan sekitar 3 jam sampai ke bukit Wairinding, dan sore itu cuaca agak mendung, jadi kemungkinan melihat sunset yang berwarna kecil kemungkinannya.
Bukit Wairinding adalah landscape perbukitan sebagai ikon Sumba, sejauh mata memandang bukit bukit dengan selimut rumput hijau seperti berlapis lapis sungguh memanjakan mata.
Saya langsung eksplore sudut sudut bukit sejauh kaki bisa melangkah, ada beberapa lokasi yang saya jelajahi sampai jauh ke utara, sedangkan istri dan Si Kecil menikmati Wairinding dari bukit yang paling tinggi yang menjadi spot terbaik menikmati hamparan landscape yang sangat menakjubkan.
Menjelang magrib karena matahari tidak menampakkan sinar terangnya, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Waingapu di Sumba Timur, hanya butuh waktu sekitar 30 menit kami sudah sampai Kota Waingapu, dan sebelum cek in ke Hotel Padadita kami makan malam dengan Bakso untuk menghangatkan suasana karena malam itu kota Waingapu diguyur hujan lebat.
Tak Terasa Malam Berlalu Begitu Saja, Di Hari ke Tiga Kami Memutuskan Untuk Eksplore Sumba Timur.
Hari ke 3 rencana akan explore Sumba Timur, seperti biasa pagi itu setelah subuh saya menikmati sunrise di belakang Hotel Padadita. Setelah sarapan kami langsung menuju spot pertama ke bukit Laindeha dan Walaliku, hanya 1 jam perjalanan sudah sampai kedua bukit tersebut.
Kedua bukit berdekatan dan hampir sama dengan Bukit Wairinding, sejauh mata memandang landscape perbukitan hijau dengan jalur jalur memanjakan mata, banyak spot untuk foto dengan aneka bentuk perbukitan, apalagi pagi itu cuaca cukup cerah dengan awan putih berarak menambah keindahan Sumba yang exotic.
Penuh Perjuangan Memang, Tapi Keindahannya Memang Pantas. Kenalin Nih Danau Waimarang Nan Indah.
Perjalanan kami lanjutkan ke air terjun Waimarang, jalan dari bukit Linedeha ke air terjun Waimarang membutuhkan waktu sekitar 2 jam melewati jalan yang cukup bagus, hanya beberpa kilo saja mendekati air terjun melalui jalan kampong yang sempit dan kadang hanya dengan pengerasan batu.
Perjuangan menuju danau Waimarang sebenarnya adalah jalan kaki lewat jalan setapak dari tempat parkir menuju air terjun, apalagi jalan agak lembek dan licin karena sisa hujan sehari sebelumya, 30 menit pertama jalan menurun landai, tetapi mendekati air terjun jalanan menjadi terjal dengan kemiringan hampir tegak, dengan jalan tanah licin kami berpegangan diantara pohon dan akar atau pagar pegangan yg dibuat ala kadarnya.
Belum lagi memberi jalan bagi Si Kecil untuk bisa turun dengan aman, cukup berat mencapai lokasi air terjun, rasa bersyukur ketika sampai di air terjun, dan hari itu karena hari libur maka air terjun yang sempit penuh sesak dengan pengunjung, sehingga saya dan Si Kecil hanya bermain air dengan berenang di kolam agak di hilirnya, tidak tepat di air terjun nya, dan kita juga tidak bisa membuat foto yang tanpa gangguan dengan banyaknya orang.
Menjelang sore kami baru naik kembali ke parkir, perjuangan ke atas lebih berat, di samping jalanan menanjak dan untuk menyenangkan Si Kecil juga karena kecapean minta untuk di gendong.
Spot terakhir adalah Pantai Walakiri, pantai dengan pohon bakau kerdil yang ikonik, sayang sore itu cuaca tidak mendukung
Mendung cenderung agak gelap sehingga matahari tidak kelihatan, belum lagi pengunjung hari itu sangat rame. untuk foto tanpa gangguan orang saja sangat susah, akhirnya kita hanya santai di pantai sambil memesan mie goreng.
Berkenaan lokasi sudah dekat kota, maka banyak warung menjual segala macam makanan. Satu yang terlewatkan adalah seharusnya kami bisa sunrise disini, karena sunrise di sini juga sama bagusnya dengan sunset, dari kota hanya 30 menitan, tetapi waktu itu tidak terpikirkan untuk kembali datang untuk hunting sunrise.
Malam terakhir di Sumba kami habiskan dengan menikmati Seafood di Pelabuhan Waingapu dengan segala jenis ikan segar yang langsung di bakar ditempat.
Hari terakhir di Sumba saya mulai dengan hunting sunrise di belakang hotel Padadita, kebetulan Sunrise pagi itu memancarkan cahaya warna warni khas sunrise, selama 3 hari di Sumba malah hampir selalu dapat moment Sunrise yang cantik dibandingkan sunset.
Setelah cek out sebelum menuju Bandara, kami mengunjungi spot Puru Kambera terlebih dahulu, hanya berjarak sekitar 30 menit dari Waingapu.
Puru Kambera merupakan padang savana yang sangat luas di tepi laut, pemandangan khas seperti di daratan Afrika, walaupun waktu masih pagi cuaca sudah sangat panas, kami juga sudah membawa payung tetapi panasnya masih sangat terasa, sehingga hanya sebentar kami mengambil foto langsung menuju ke bandara.
Berkenaan dengan waktu cek in yang masih lama, akhirnya kami explore Bukit Persaudaraan yang ada tepat di depan bandara, dari bukit kami bisa melihat hamparan sawah hijau kekuningan dan diantar tegalan sawah banyak pohon lontar yang menambah kecantikan landscape persawahan diantara bukit bukit gersang yang sangat kontras.
Akhirnya kami ke bandara dengan meninggalkan kenangan akan keexotikan Sumba yang tiada banding, sunggung pengalaman perjalanan yang menakjubkan dan terutama banyak pelajaran untuk Si Kecil guna menghadapi kehidupan kedepannya. Dalam pesawat ke Bali kami masih bisa melihat dari jendela keindahan Sumba yang lambat laun tertutup awan, tetapi kenangannya akan ada selamanya.