Beri Makan pada Dosen Penguji saat Ujian, Tindakan Merusak Mutu Akademis
- Pixabay
Ini bukan soal pelit atau tidak mampu, hanya saja konteksnya merusak mutu pendidikan, jangan sampai dengan pemberian hadiah itu malah dosen tidak bisa berbuat adil kepada semua mahasiswa.
Penting dipahami kalau prekonomian mahasiwa itu tidak sama semua, tentu ada mahasiswa yang sangat gampang kalau hanya sekedar membeli makanan atau hadiah yang diberikan kepada dosen, tetapi ada juga mahasiswa yang harus ngutang dulu baru bisa lakukan itu. Jadi, tolonglah wahai pihak kampus, jangan buat aturan yang tidak-tidak atau mempertahankan budaya toksik yang bisa merusak mutu pendidikan, atau bisa merugikan mahasiswa sendiri.
Pihak kampus harus bisa lebih profesional
Kalau pun tidak ada perintah langsung memberi makanan atau hadiah kepada dosen penguji, akan tetapi pihak kampus harus bertanggung jawab untuk mencegah budaya toksik ini. Karena praktek semacam ini masih banyak terjadi di lingkungan kampus, termasuk di kampus Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), kampus saya dulu.
Karena sudah jelas larangannya, harusnya pihak kampus turut untuk bertanggung jawab dan meruntuhkan budaya ‘memberi makan kepada dosen penguji’ yang toksik ini. Kalau mahasiswa tidak sadar atau terjebak dengan budaya sopan santun yang keliru, maka pihak kampuslah yang harus mencegahnya.
Misalnya saja, pihak kampus membuat pengumuman atau surat edaran yang melarang tindakan memberi hadiah/makanan/apa pun itu kepada dosen, khususnya pada saat sidang skripsi.
Apabila pihak kampus melakukan itu, tentu mahasiswa juga tidak akan melakukan lagi budaya yang toksik itu. Lagian pula, itu demi kebaikan bersama kok. Mahasiswa tidak perlu lagi repot atau khawatir dengan biaya yang tidak perlu. Sementara kampus juga akan terhindar dari opini bahwa kampus sengaja membuka jalan kepada mahasiswanya untuk merusak mutu pendidikan.