Part 5 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan
- Viva/Idris Hasibuan
Hampir satu jam berjalan kami sampai ditempat yang tidak asing buatku. Kakiku langsung lemas saat melihat kaos dalam putih tergantung di akar. Itu adalah kaos yang kami tinggalkan satu jam lalu! Sejak tadi aku sudah curiga kalau kami hanya jalan berputar-putar, tapi saat akhirnya terbukti, seluruh tubuhku langsung lunglai.
Bang Idan dan yang lain juga melihat kaos itu. Reaksi mereka persis denganku. Kami langsung duduk dan menundukkan kepala ke tanah. Aku rasanya sudah tak sanggup lagi berjalan.
Dari sudut mata, kulihat Yuni yang duduk di sebelahku tiba-tiba bertingkah aneh. Dia menjatuhkan diri dan mulai merangkak. Tangannya terlihat mencakar-cakar tanah. Sebelum kami sadar apa yang terjadi, Yuni mengeluarkan suara auman yang menciutkan nyali.
Bulu kuduk ku menegak. Tapi menyadari didepan kami adalah jurang yang menganga, dengan cepat aku menangkap Yuni yang sedang mencakar-cakar dahan pohon sambil meraung. Aku khawatir Yuni yang sedang kerasukan akan melompat ke jurang. Tapi usahaku dipatahkan dengan mudah.
Aku hampir tak percaya, Yuni yang bertubuh kecil bisa melemparku begitu saja. Kedua temanku yang lain, Ale dan Anes membantu, tapi kembali mereka dibanting begitu saja. Kemudian secara bersamaan kami bergerak dan menangkap Yuni.
Bang Idan tak ikut membantu karena Bang Amran juga memberontak berusaha melepaskan diri sambil marah-marah. Nafasku memburu, irama jantungku berderap kencang tak beraturan. Aku dan Ale yang memegangi tangan kanan dan kiri Yuni dibanting kesana-sini dengan mudah, tapi kami masih terus menolak melepaskan. Anes yang memegangi Yuni dari belakang juga tak luput dari amukan Yuni.
"Nenek Buyut maafkan kami Nenek. Tolonglah kami Nenek Setue, " Kudengar suara Bang Idan mengiba memohon maaf.
Yuni menatap mata Bang Idan lekat, lalu perlahan menjadi tenang. Dia tak lagi mengamuk dan bergerak liar, tapi geraman-geraman mirip harimau masih terus terdengar dari mulutnya. Begitupun yang terjadi pada Bang Amran, dia pun mendadak menjadi tenang, matanya tertutup. Aku mengucap syukur dalam hati. Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah.
Kulihat Bang Idan menarik nafas panjang beberapa kali. Dia tampak sudah sangat kelelahan. Aku berdoa semoga Allah melindungi kami, terutama Bang Idan. Jika Bang Idan ikut kesurupan, kami semua tamat.
"Dek, Le, Nes, masih kuat kalian?" Tanya Bang Idan.
"Kuat bang." Jawab kami nyaris serempak.
"Aku jaga Amran, bisa kalian jaga Yuni? Jangan sampai dia berontak dan lari ke jurang." Tanya Bang Idan lagi.