Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan
- U-Repot
Lalu cobaan itu datang lagi.
Tiba-tiba saja Bang Amran menghentikan langkahnya dalam posisi yang ganjil. Kami semua langsung tahu apa yang sedang terjadi, dan menunggu apa lagi yang akan kami alami kali ini. Bang Idan langsung waspada dan menengok Yuni. Di saat itu, Bang Amran tiba-tiba saja berlari ke depan dan melompati sebuah turunan terjal dengan sekali gerakan. Aku terpana tak bergerak melihat lompatan Bang Amran. Sementara Bang Idan yang merasa kecolongan langsung berlari mengejar Bang Amran sambil berteriak-teriak memanggil.
"AM! AAM! HATI-HATI AM, JANGAN LARI, BAHAYA! AMMM!!!"
Bang Amran dan Bang Idan berlari terus hingga hilang dari pandangan kami yang sudah nyaris tak mampu bergerak. Yuni bahkan langsung pingsan.
Kami yang tersisa, dalam diam mengangkat Yuni dan bergerak pelan dalam diam. Kelelahan fisik dan mental yang kami alami sudah diambang batas, bahkan untuk panik pun kami tak mampu.
Lalu kulihat punggung Bang Amran. Dia tengah berdiri dengan sikap congkak. Tarikan-tarikan Bang Idan seakan tak dirasanya. Kemudian kusadari apa yang sedang di hadapi oleh Bang Amran yang sedang kerasukan.
Didepannya nampak olehku sekitar sepuluh orang pendaki gunung. Aku lega dan tanpa diminta air mataku mengalir. Kami selamat! Terima kasih Ya Allah, kami selamat!
Tapi aku sudah terlalu lemah untuk bersuara. Dan kaki kami mendadak lemas ketika suara Bang Amran menggelegar.
"TIDAK ADA YANG BOLEH NAIK KE GUNUNG MALAM INI! PERGI KALIAN SEMUA!!
Para pendaki itu diam sambil terus memperhatikan gerak-gerik Bang Amran yang petantang-petenteng kesana kemari.
" KALAU MASIH ADA YANG NEKAT, KALIAN TERIMA AKIBATNYA NANTI!!"
Lalu dengan sebuah gerakan tangan, Bang Idan terjatuh. Tahulah pendaki-pendaki itu apa yang sedang mereka hadapi. Yang terdepan diantara mereka, meminta teman-temannya untuk duduk bersila, sementara dia tetap berdiri dengan membungkuk sopan pada Bang Arman. Kulihat dibelakang orang itu, teman-temannya dengan tidak terburu-buru melepaskan carriernya dan digeletakkan begitu saja. Mereka lalu duduk bersila sambil berkomat-kamit. Dari jarak ini, telingaku kesulitan mendengar apa yang mereka dengungkan. Tak lama barulah kusadari, mereka tengah berzikir.
"PERGI KALIAN! TAK ADA SATU PUN MANUSIA YANG KU IJINKAN NAIK MALAM INI!"
Pendaki-pendaki itu, yang tampaknya adalah mahasiswa tak terpancing, mereka tetap duduk dan berzikir. Sementara yang paling depan mulai menyadari kehadiranku dan teman yang lain di belakang Bang Amran yang sedang bertolak pinggang.
"Baik Nek, kami tidak naik. Kami akan segera turun, Nek." Dia membuka suara dengan nada yang juga sopan.