Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Alasan mendaki gunung sumbing
Sumber :
  • U-Repot

Orang-orang langsung berhenti ngobrol ketika kami muncul. Rupanya ada lebih banyak orang dari pada yang kukira. Ku lihat wajah-wajah tak asing yang tadi malam menolong kami. Mereka tersenyum lalu mengajakku dan Bang Idan untuk duduk. Selain mereka ada seorang Bapak setengah baya, mungkin bapak ini pemilik rumah. Wajahnya terlihat teduh dan bijaksana. Didekat pintu ada beberapa orang lagi dengan wajah dan pakaian yang lusuh seperti baru saja turun dari gunung. Beberapa carrier tersandar di dinding.

Terima Kasih Tuhan Telah menghadirkan Teman Sebaik Dia Untuk Mewarnai Hariku

Aku dan Bang Idan dengan khidmat berterima kasih pada kakak-kakak mahasiswa itu. Kami juga menyalami mereka yang ada diruangan itu satu persatu. Lalu si Bapak pemilik rumah meminta kami duduk dan meminta kami menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi tadi malam.

Mereka mendengarkan dengan seksama saat Bang Idan menjelaskan kejadian per kejadian dengan runut. Asap rokok mengebul di ruang depan itu. Orang-orang berpakaian lusuh tadi terlihat beberapa kali mengernyitkan matanya saat mendengar cerita Bang Idan.

Teknik Membantu Mendinginkan Mobil Dalam 10 Detik

Lalu si Bapak pemilik rumah mengambil alih ketika Bang Idan selesai.

"Adik-adik semua harus bersyukur masih bisa pulang dengan selamat. Kejadian yang kalian alami itu sudah termasuk gawat. Sejujurnya, Bapak disini pun sudah pasrah, kemungkinan kalian selamat itu kecil. Ini benar-benar keajaiban." Katanya sambil menatap padaku dan Bang Idan dengan serius.

Titipkan Harapanmu Pada Tuhan, Dia Tak Akan Mengecewakanmu

Kami berdua mengangguk, semua mata tengah menatap kami.

"Jadikan ini pelajaran. Besok-besok kalau mau naik lagi ke gunung mana pun harus ijin. Baik pada orang rumah juga pada kami selaku juru kunci. Dan berlaku yang sopan dengan tidak berkata kotor, berbuat kotor atau membawa sesuatu yang tidak pantas," Sambung bapak itu lagi, "selain manusia, Allah juga menciptakan Jin untuk hidup berdampingan. Gunung juga rumah dari banyak golongan mereka."

"Saya yang salah, Pak. Bukan adik-adik ini. Saya tidak sengaja bawa sesuatu yang kurang pantas," Bang Idan menjawab dengan serius, wajahnya tertunduk, "saya yang akan bertanggung jawab."

Bapak setengah baya itu lalu mempersilahkan orang-orang berpakaian kumal tadi untuk berbicara. Rupanya benar, mereka memang baru turun gunung, dan ucapannya kemudian membuatku ternganga.

"Tidak ada air bah di Pelataran." Katanya.

Aku dan Bang Idan saling bertatapan heran. Belum sempat kami bicara, dia meneruskan lagi ucapannya.

"Kalian tidak sendiri di Pelataran kemarin. Ada tenda kami dan satu tenda rombongan anak Muhammadiyah tidak jauh dari tenda kalian." Dia berkata sambil menatap kami satu persatu.

"Betul, sore itu hujan gerimis. Tapi tidak ada badai sama sekali. Menjelang gelap itu, kami lihat kalian berteriak-teriak sambil berlarian meninggalkan tenda."

Tenggorokanku tercekat mendengar ceritanya, teringat badai dahsyat dan air bah yang menghancurkan tenda kami.

Halaman Selanjutnya
img_title