Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Alasan mendaki gunung sumbing
Sumber :
  • U-Repot

"PERGI! PERGI KALIAN!!!"

Aku Nantikan Hari Itu, Saat Fotoku Dan Fotomu Berada Dalam Buku Yang Sama

"Kami akan pergi, Nek. Tapi ijinkan kami membawa adik-adik kami di belakang itu."

TIDAK! MEREKA SEMUA AKAN KAMI BAWA!! PERGI SEKARANG JUGA ATAU KALIAN MENYESAL, PERGI!!

Kejutan Terindah Tuhan Adalah Hadirnya Kamu, Sosok Yang Selama Ini Aku Nantikan

Pendaki yang paling depan itu tampak memberi aba-aba sesuatu pada temannya di belakang. Lalu tanpa bicara lagi, beberapa dari mereka merangsek ke arah Bang Amran dan segera menjatuhkannya. Beberapa yang lain menolong Bang Idan, lalu menolong kami semua.

Raungan harimau kembali terdengar. Aku menutup telingaku sambil berteriak-teriak, begitu juga dengan Bang Amran yang langsung lemas tak bertenaga. Kurasakan tangan-tangan penolong itu memapahku dan segera melarikanku turun. Aku tak merasakan lagi kehadiran sosok pasangan Harimau tadi setelahnya.

Sederhanakan Pernikahanmu Karena Itu Tak Masalah, Yang Penting Menjadi Halal

Dengan mata setengah terbuka dan pandangan yang buram, kulihat Yuni yang pingsan digendong dipunggung seseorang. Tubuhnya diikat, seakan orang itu sedang menggendong carrier, dan masing-masing kami di papah oleh dua orang.

Tidak ada pembicaraan apapun, mereka bergerak dengan sistematis seakan sudah terbiasa. Dengan cepat mereka membawa kami turun.

Adzan subuh berkumandang saat kami berhasil mencapai ladang penduduk. Kesadaranku timbul tenggelam. Diantara saat-saat sadarku, kulihat tanaman teh di mana-mana, lalu gelap lagi. Ingatanku berikutnya adalah jalanan beraspal. Tapi aku masih terlalu lemah, lalu gelap lagi. Ingatanku yang terakhir adalah kami tiba di sebuah rumah panggung, si pemilik rumah ditemani beberapa Jagawana menolong kami. Lalu gelap.

Hari sudah terang ketika aku membuka mata. Disebelahku berbaring teman-temanku. Selain Bang Idan, yang lain masih belum membuka matanya. Tatapan mata Bang Idan tampak kosong, kelelahan terpancar jelas dari wajahnya. Rasa hormat ku padanya tumbuh berlipat-lipat. Tanpanya, mustahil kami semua bisa lolos dengan selamat dari cengkeraman penghuni Gunung Dempo.

Perhatianku teralih ketika tuan rumah terdengar menyambut tamu yang baru datang. Dari sedikit yang kudengar, rupanya beberapa pendaki gunung. Aku menduga, rumah ini mungkin berfungsi sebagai basecamp bagi yang ingin mendaki Gunung Dempo.

Dari suara-suara yang kutangkap, sepertinya ada beberapa orang juga yang sedang berkumpul di ruang depan.

Bang Idan melihatku yang sudah bangun, dia tersenyum.

"Alhamdulillah ya, Dek. Kamu sudah selamat. Abang bener-bener lega," Katanya padaku, "abang ngga tau harus ngomong apa ke orang-tua kalian kalau terjadi apa-apa."

Aku memegang tangannya dan benar-benar berterima kasih. Dia lalu mengajakku cuci muka dan menemui orang-orang di ruang depan.

Halaman Selanjutnya
img_title