Part 10 (End) : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Alasan mendaki gunung sumbing
Sumber :
  • U-Repot

Bang Idan membiarkan Yuni menangis hingga tenang sendiri, sambil terus mengingatkan agar kuat. Bang Amran menatapku seakan mengucapkan terima kasih dan minta maaf karena telah menolong Yuni, juga karena salah duga.

Aku Nantikan Hari Itu, Saat Fotoku Dan Fotomu Berada Dalam Buku Yang Sama

"Bukan aku, Bang. Putri itu pergi karena ada sepasang Harimau yang muncul dan meraung." Kataku sambil menunjuk dua Harimau itu dengan jariku.

Mereka serempak kaget dan waspada dan mencari-cari keberadaan kedua Harimau tersebut. Anes yang sebelumnya telah melihat Harimau itu langsung pucat pasi.

Kejutan Terindah Tuhan Adalah Hadirnya Kamu, Sosok Yang Selama Ini Aku Nantikan

"Sudah hilang, Bang. Yang tinggal hanya si Putri itu, dia masih mengawasi kita dari atas pohon." Aku berbisik ketakutan.

Mereka makin panik mendengar kalimat terakhirku. Bang Idan langsung berdiri dan mengajak jalan lagi. Yuni dipapah oleh Anes dan Ale.

Sederhanakan Pernikahanmu Karena Itu Tak Masalah, Yang Penting Menjadi Halal

"Cepat, cepat. Tinggalkan tempat ini." Kata Bang Idan.

Kami terus berjalan dalam diam tanpa ada yang berbicara. Hanya sesekali Bang idan memanggil nama-nama kami hanya untuk memastikan kami masih ada. Aku berjalan dengan tangan ku diapit Bang Idan dengan ketat. Mengetahui aku yang lebih sering dijadikan sasaran, membuat fokusnya lebih kepadaku.

"Ada apa, Dek?" Tanyanya saat merasakan tanganku gemetar.

Aku menatap matanya, tak yakin untuk bercerita. Tapi dia terus mendesakku.

"Putri itu masih mengikuti kita, Bang." Bisikku.

Bang Idan menarik nafas dalam, dia tampak sudah sedemikian lelah dengan berbagai kejadian malam ini. Dia mengingatkanku untuk jangan kosong, berdoa terus. Mungkin Putri itu menunggu saat pikiran kosong agar dapat kembali mengganggu, Bang Idan berpendapat.

Aku diam tak berani berpendapat. Yang tak diketahui Bang Idan, sejak tadi aku mendengar langkah dan geraman-geraman harimau di balik pepohonan, seakan mengikuti langkah kami. Beberapa kali kulihat kelebatan-kelebatan berwarna loreng emas diantara semak pepohonan. Aku semakin gemetar.

Di belakangku, Yuni terlihat sudah hampir mencapai batas kekuatannya. Matanya sudah sedemikian sayu. Keadaan yang hampir sama kulihat juga di wajah Anes dan Ale. Begitupun keadaanku. Cukup satu kejadian lagi, mungkin kami berempat akan colaps. Tapi yang paling ku khawatirkan justru keadaan Bang Idan. Sepanjang perjalanan turun yang penuh teror ini, tak sekalipun kulihat tanda menyerah dimatanya. Namun semenjak kejadian terakhir, tanda itu tak lagi terlihat di matanya, dan dia lebih banyak diam.

Tapi mungkin hanya perasaanku. Karena secara berkala dia selalu menengok ke belakang untuk melihat keadaan Yuni, Anes dan Ale. Juga berulangkali menanyakan keadaan Bang Amran di depan.

Halaman Selanjutnya
img_title