Part 9 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan
Tangisku makin tak terkendali, "Aku juga bohong pada kalian, Bang. Maafkan aku, Bang. Aku menyesal, Bang." Aku menjawab sambil sesenggukan.
Bang Idan menghela nafas panjang namun dia tetap tenang. Sementara Bang Amran semakin emosi. Suaranya makin meninggi.
"Benar kataku, Dan. Ada yang tak beres! Ayo siapa lagi yang mau jujur?!" Bang Amran bertanya pada semua orang.
Bang Idan berdiri dan menenangkan Bang Amran, "Sudah, sudah, Am. Semua sudah terjadi. Jangan marah." Katanya, lalu dia memandangi kami semua dan menyambung, "Sudah, jangan menyalahkan.Jadikan ini pelajaran, lain kali jangan pernah berbohong pada Orang tua. Bahaya."
Kami semua mengangguk takzim.
"Apa lagi hendak naik gunung. Wajib hukumnya ijin orang tua. Tak diijinkan, ya sudah. Jangan berbohong. Dempo tak akan ke mana-mana. Dia akan menunggu sampai kita siap. Ingat itu."
Aku menunduk makin dalam. Rasa bersalahku sedemikian besar. Bang Idan tampak mengerti, dia mengusap punggungku dan mengajak kami semua berjalan lagi.
Tiba-tiba Yuni menjerit histeris dan meronta-ronta. Kulihat Ale dan Anes dengan sigap memegangi Yuni yang kian kalap. Ale berteriak-teriak minta tolong, tubuh Yuni terangkat ke udara, jeritannya kian kencang. Bang Amran dan Bang Idan melompat dan memegangi kaki Yuni. Sementara aku berdiri mematung, tak mampu bergerak.
Mataku membelalak lebar. Sesuatu yang menarik Yuni yang membuat mataku seakan keluar dan jantungku seakan berhenti berdetak. Aku mendongak ketakutan menatap penampakan perempuan itu. Pakaian putih panjangnya berkibar-kibar tertiup angin. Seringai dingin tersungging di mulutnya.
.................. Putri Dempo..............
Cerita ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh para pendaki dan merupakan tulisan dari Bang Aras Anggoro yang sudah di izinkan untuk tayang di sini (ex bapermulu.com). Kamu juga bisa membeli bukunya yang sudah terbit loh.