Part 9 : Teror Gunung Dempo Pagar Alam Sumatera Selatan

Gunung Telemoyo
Sumber :
  • instagram

Aku lalu menceritakan ladang kubis yang kulihat, pondokan dan lain-lain. Bang Idan dan yang lain mendengarkan ceritaku sambil kami tetap berjalan. Nafas-nafas berat, tarikan nafas dalam dan istighfar bergantian terucap dari yang lain.

Part 2 (End) : Bertemu Dengan Dewi, Pendaki Wanita Serba Pucat di Gunung Arjuno

"Sudah, sudah. Bergerak lebih cepat. Kita masih belum aman." Bang Idan memotong ceritaku.

Bang Idan benar. Walau tidak ada gangguan apapun, tapi aku merasa banyak mata yang sedang mengawasi kami dari kegelapan hutan. Kami masih jauh dari aman dan keadaan kami kian memprihatinkan. Anes, Ale dan Yuni berjalan pelan dengan terpincang-pincang. Kami saling berpandangan dengan wajah ketakutan, mencoba saling menguatkan tanpa bersuara.

Bertemu Dengan Dewi, Pendaki Wanita Serba Pucat di Gunung Arjuno

Turunan demi turunan terus menghadang langkah kami. Beberapa turunan membutuhkan konsentrasi lebih dibanding yang lain. Batu-batu lepas, juga akar ditambah cahaya senter yang kami gunakan bergantian. Setiap saat rasanya kami justru semakin bertambah lambat.

Tiba-tiba kudengar Ale dibelakangku berteriak kencang.

Kisah Nyata (Part 6-End): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

"AWAS PIIIN!!'

Belum sempat menoleh, kurasakan tangannya mendorongku dengan keras. Aku tersentak ke depan bersama Bang Idan yang sedang memapahku dan menabrak Bang Amran yang berjalan paling depan. Bertiga kami terguling ke dalam sebuah turunan yang curam. Sebuah bayangan hitam melintas cepat diatas kepalaku.

Kami begitu kaget hingga tak sempat berteriak. Darah terlihat mengucur dari pelipis Bang Amran. Dia berdiri sambil mengaduh kesakitan, begitupun Bang Idan. Aku meraba kepalaku yang sempat terantuk batu, darah merembes dari sela-sela rambutkurambutku, tanganku juga rasanya terkilir.

Aku hampir patah semangat lagi. Kenapa cobaan ini belum juga berakhir? Ingin rasanya ku berteriak sejadi-jadinya pada penghuni Dempo untuk mohon ampun, tapi kerongkongan ku kering. Aku tak mampu bersuara.

Di atas tanjakan kulihat Ale, Anes dan Yuni gemetar ketakutan. Bang Idan memeriksa lukaku dan menenangkanku. Bang Amran berdiri dan berteriak dengan marah pada Ale, "Kenapa kamu main dorong aja, Le??"

Ale menjawab terpatah-patah, dia juga masih shock dan ketakutan.

"Ta.. tadi makhluk hitam mau menerkam Alpin, Bang. Aku spontan dorong Alpin, maafin aku, Bang."

Aku langsung lemas mendengar jawaban Ale. Bibirku kembali beristighfar. Bang Idan memandangiku, nampak ada sesuatu yang tengah dia pikirkan. Tak lama, dia kembali memberi aba-aba agar kami kembali bergerak.

Halaman Selanjutnya
img_title