Kisah Nyata (Part 6-End): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

Gunung Slamet
Sumber :
  • instagram

Ke esokan pagi nya, pagi-pagi sekali kami sudah dijemput oleh mobil Pick Up yang akan membawa kami ke tempat pemandian air panas Guci, dimana lewat jalur ini lah seharusnya kami mendaki kemarin.

Belajar Diam Itu Lebih Baik, Apalagi Jika Sedang Menghadapi 5 Situasi Ini

Setelah berbincang-bincang dan mengucapkan terimakasih kepada Pak Sakri dan keluarga yang sudah banyak berjasa menolong kami dipendakian kali ini, kami Pamit. Tidak lupa kami mengabadikan pertemuan kami dengan Pak Sakri dan keluarga, karena bersama beliau lah kami memiliki momen mendaki gunung yang luar biasa.

Setelah berpamitan, sekitar jam 7 pagi kami berangkat. Sesampainya di tempat pemandian, kami langsung memilih tempat untuk kami membenamkan diri di air hangat, mengendurkan otot-otot yang tegang dan meghilangkan rasa lelah.

Jangan Iri Melihat Kesuksesan Orang Lain, Yakinlah Kamu Juga Akan Sukses

Usai berendam, kami memanjakan perut, dengan menyantap sate ayam dan sate kambing muda disebuah rumah makan sederhana. Disinilah kami sedikit bercerita, mengulang kisah-kisah di atas gunung sana. Sambil bercerita, kami pun mengambil beberapa gambar di tempat ini. Usai berfoto-foto, kami teringat foto aneh yang tertangkap oleh kamera Fahmi ketika di Goa. Kami ingin memastikan sekali lagi, sosok apakah yang ada di dalam foto tersebut. Namun berkali-kali kami mencarinya, foto itu sudah tidak ada, hilang dengan sendirinya. Mengetahui itu, kami hanya saling pandang tanpa memperpanjang pembicaraan.

Usai memanjakan diri, kini tiba saatnya kami kembali kerumah masing-masing. Elf yang kemarin mengantar kami, kini sudah kembali terparkir di sini untuk mengantar kami pulang. Disepanjang perjalanan, ketika kami rasa sudah cukup jauh dari kaki gunung Slamet. Kami baru berani bercerita tentang apa yang dialami oleh diri kami masing-masing secara gamblang.

Istiqomah Hijrah Memang Tak Mudah Tapi Dengan Tekat Semua Akan Bisa

Bahwa sebernarnya, Panji melihat ada 3 orang anak kecil bertengger diatas tas ransel Widi karena Widi membawa pembalut bekas pakai nya. Selain itu, ternyata hanya Saya, Widi dan Fahmi yang melihat makhluk kerdil itu melompat-lompat disemak-semak dan berdiri dipinggir jalur, Bang Epps hanya mendengar suaranya saja tanpa bisa melihatnya. Ketika di rumah makan, Usep, Asep, Widi dan Panji, telinganya terasa panas ketika membicarakan sosok anak kecil di tas Widi sambil melihat-lihat foto yang hilang dikamera.

Suara music yang kami dengar diatas, bukannya suara music dari rumah warga, namun merupakan gending gamelan yang jika saya baca itu merupakan tanda bahaya bahwa kami bisa saja masuk ke alam lain. Namun lagi-lagi Alhamdulillah kami selamat, berkat lindungan dari Allah SWT pemilik alam semesta beserta isi nya.

Itu lah sekelumit kisah kami, Gunung slamet via jalur Dukuh Liwung, memberikan kesan tersendiri pada pendakian kami kali ini. Semoga apa yang terjadi pada kami dapat dijadikan pembelajaran dan ada hikmah yang bisa diambil

Kurang lebih nya saya sebagai penulis dan mewakili rekan-rekan saya, mohon maaf dan terimakasih sudah membaca kisah ini.

__TAMAT__
Author: Nina Fitriana