Kisah Nyata (Part 6-End): Angkernya Jalur Dukuh Liwung Gunung Slamet

Gunung Slamet
Sumber :
  • instagram

“Gaeesssss.. di depan Pos 1!!” Mendengar itu kami bergegas, sambil tetap membawa sekelumit pertanyaan dalam hati, tentang apa yang terjadi di sini, namun tahan, kami masih disini, tunggu sampai kami menjauh dari tempat ini.

Jangan Sibuk Mencari Pembenaran, Jika Salah Minta Maaf Saja

Tanah lapang yang tidak begitu luas, terhampar samar dihadapan kami. Lagi-lagi karena gelapnya malam, semua tak terlihat dengan jelas. Duduk dan menunduk sambil sedikit mengatur napas, kami beristirahat dengan sedikit rasa was was. Syukurlah, ini sudah pos 1 itu artinya tidak lama lagi kami akan sampai.

“Kita lewat jalur lain aja, jangan lewat jalur yang pas naik, bahaya kalau udah malam gini, takut licin, habis hujan.” Ucap Pak Sakri. Memang ketika naik kemarin kami menyebrangi sebuah sungai kecil penuh batu berlumut, jelas menanda kan jarang sekali ada orang yang melintas. Kami yang tidak tahu apa-apa langsung meng iya kan, yang penting kami selamat.

Kala Hatiku Terluka, Berharap Kamu Datang Mengobatinya Tapi Nyatanya Hanya Menambah Luka

Perjalanan dilanjutkan, jalur yang kami lewati kini memiliki pepohonan yang lebih kecil namun tetap menjulang tinggi. Jalannya cukup besar tidak setapak lagi seperti jalur-jalur sebelumnya.

Letak pepohonan nya tidak begitu rapat, cukup berjarak antara satu dan lainnya. Waktu menunjukkan pukul 8 malam, masih cukup sore sebenarnya, namun tidak berlaku ditempat seperti ini, tetap sepi dan mencekam.

Istirahatkanlah Tubuh Jika Kamu Mengalami Sinyal-Sinyal ini!

Sedikit rasa lega terasa dihati kami, ketika kami mendengar suara musik dikejauhan, samar-samar namun pasti kami semua mendengarnya. “Lah ada suara dangdutan, berarti kita udah dibawah ya, udah deket ke desa kali, apa ada yang hajatan?” Tanya ku. Entah apa yang ada dipikiran saya sampai bisa menyimpulkan seperti itu.

Yang lain pun seperti meng Amin kan nya. “Iya, dibawah udah desa kali ya, makanya kedengeran sampe sini.”Jawab yang lain. “Berarti sebentar lagi kita sampai dong, Alhamdulillah..” Suara kami terdengar sumringah, itu artinya kami akan segera lepas dari cengkraman jalur ini, namun tidak dengan Pak Sakri yang sejak tadi hanya terdiam mendengarkan kami.

Tiga jam sudah kami berjalan tanpa beristirahat, kini waktu menunjukkan pukul 10 malam, terlepas 2 jam sudah sejak kami mendengar suara musik tadi.

Namun tidak ada tanda-tanda sedikit pun kami akan sampai di sebuah desa, atau perkebunan milik warga. Kami justru seperti kembali masuk hutan. Pohon-pohon tinggi kembali menyapa, kali ini dengan semak belukar yang tingginya melebihi kepala kami.

Rasa lelah kian berlipat, tak ada tempat untuk beristirahat. Kaki ini sangat lelah, Fahmi Panji mulai merasakan sakit pada kaki nya, untung lah saya tidak, kaki ini masih bisa berjalan dengan baik.

Halaman Selanjutnya
img_title